Besucher

Freitag, 16. Juli 2010

Pengelolaan Sampah di Jerman



Bermasalahnya pengelolaan sampah disekitar kita bukan sekedar karena keterbatasan teknologi dan ekonomi semata, melainkan lebih pada adanya masalah budaya; kebiasaan lama, perilaku dan pola pandang kita terhadap sampah yang tidak benar dan harus dirubah. Untuk itu perlu adanya usaha dari kita semua, untuk merubah kebiasaan lama itu, agar kita dapat menyikapi masalah penanganan sampah dengan baik dan benar.

Kesadaran penduduk Jerman untuk mengelola sampah dimulai sejak 1972 ketika aturan umum pertama tentang pengelolaan sampah dibuat. Hasilnya luar biasa. Kini ada 250.000 orang yang digaji dari pabrik pengolahan sampah. Nilai perputaran uang dari bisnis itu mencapai 50 miliar euro, setara dengan Rp 600 triliun setahun.

Itu menunjukkan perlindungan lingkungan sudah merupakan salah satu kunci pengembangan ekonomi dan menyumbangkan penambahan rantai nilai perekonomian secara signifikan, kata Menteri Lingkungan Hidup, Konservasi Alam, dan Pengamanan Energi Nuklir Pemerintah Federal Jerman Sigmar Gabriel.

Tahun 1991, Pemerintah Federal Jerman mengeluarkan Peraturan Pengemasan (untuk sampah), yang merupakan peraturan pemerintah pertama yang diterbitkan berdasarkan perbedaan material. Peraturan ini sangat efektif karena mampu menurunkan produksi sampah rumah tangga dan usaha kecil di perkotaan dari 15,6 juta ton pada tahun
1991 ke 13,7 juta ton pada tahun 1997.

Setiap orang wajib memisahkan jenis sampah secara langsung dari dekat rumahnya. Mereka harus memisahkan sampah gelas, kertas, pakaian tua, kompos, atau sampah biologis, lalu membuangnya ke tempat sampah berdasarkan warna kontainer yang ada di setiap lingkungannya.

Setelah itu, ada banyak peraturan pemerintah lainnya yang diterbitkan berdasarkan jenis sampah. Misalnya, aturan tentang sampah minyak, polychlorinated biphenyl (PCB), polychlorinated terphenyl (PCT), sampah baterai, kayu, bekas bangunan, dan aturan tentang sampah elektronik. Semua peraturan itu dipayungi undang-undang, yakni UU Pengembangan Manajemen Pengelolaan Sampah dengan Siklus Tertutup.

Salah satu yang menarik adalah penerapan aturan tentang pengembalian sampah botol kemasan air mineral, bir, dan minuman ringan berkarbonat, yang dimulai sejak 1 Januari 2003. Setiap penduduk Jerman dapat membawa kemasan minuman bekas ke supermarket terdekat, kemudian memasukkannya ke mesin khusus satu per satu. Hasilnya,
setiap botol kemasan air minum bervolume 0,1 hingga 3 liter akan mendapatkan 25 sen euro atau setara dengan Rp 3.000 per botol.

Padahal, harga minuman mineral berisi 1,5 liter hanya 19 sen euro atau sekitar Rp 2.280 per botol. Itu adalah harga minuman mineral yang dibeli dari supermarket paling murah di Jerman saat ini, yakni Aldi Markt.

Harga air mineral di luar Aldi bisa jauh lebih mahal lagi, mulai dari 29 sen euro atau Rp 3.480 per botol hingga 1 euro atau Rp 12.000 per botol di warung kecil. Itu artinya setiap botol air mineral bekas yang dimasukkan ke mesin pengumpul akan memberikan keuntungan minimal 6 sen euro atau Rp 720 per botol.

Syaratnya, harus membeli air mineral dari Aldi biar lebih murah. Bayangkan, kalau Anda memasukkan botol kemasan yang lebih kecil dan membelinya di Aldi, keuntungannya lebih besar.

Semua aturan tersebut secara masif mengikat seluruh warga negara Jerman dan para pendatangnya. Hasilnya sangat menguntungkan secara ekonomi dan lingkungan. Tidak hanya secara mikro di lingkungan perumahan, tetapi hingga ke perindustrian.

Industri penghasil teknologi pengelolaan lingkungan dan sampah telah memberikan sumbangan yang luar biasa bagi pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di Eropa. "Nilai pasar global untuk teknologi ini akan berlipat ganda, dari 1 triliun euro pada tahun 2005 meningkat mendekati angka 2,2 triliun euro pada tahun 2020,"
ujar Gabriel.

Manfaat lingkungan

Saat ini separuh dari sampah perkotaan dan industri yang diproduksi di seluruh Jerman telah dapat didaur ulang menggunakan teknologi buatan sendiri. Total sampah perkotaan yang dapat didaur ulang mencapai 28 juta ton. Sampah industri mencapai 30 ton serta sampah konstruksi dan material bangunan 163 ton. Di setiap perkampungan,
sampah yang dapat didaur ulang mencapai 3 ton per tahun, atau setara dengan berat tiga mobil berukuran kecil di Jerman.

Orang Jerman sangat bergantung pada kemasan gelas, terutama untuk makanan dan minuman. Pada tahun 2004, sampah berbahan dasar gelas yang dikumpulkan mencapai 2,73 juta ton, dan 91,21 persennya dapat didaur ulang menjadi produk gelas baru. Total daur ulang yang dilakukan mencapai 40 kali sehingga menghemat banyak sekali bahan
baku pembuat gelas setiap tahun.

Saat ini terdapat 46 juta mobil di jalan Jerman, dan setiap tahun ada penambahan sebanyak 3,3 juta mobil. Akibatnya, Jerman harus mendaur ulang sedikitnya 800.000 mobil setiap tahun.

Sampah mobil, gelas, dan kertas merupakan bagian dari sampah perkotaan yang diproduksi sebanyak 48,5 juta ton, dan 58 persen di antaranya didaur ulang setiap tahun di Jerman. Hasilnya, terjadi penghematan energi listrik dan panas yang digunakan untuk memproduksi barang baru dengan bahan mentah yang baru sebesar 64.000
gigajoule, atau setara dengan energi yang digunakan oleh 400.000 penduduk selama setahun.

Penyandang gelar doktor untuk pengelolaan energi di Jerman, Dirk Asendorpf, mengatakan, hal itulah yang mendorong Jerman serius mengelola sampah.

"Masalah sampah sudah menjadi masalah global, apalagi telah dikeluarkan Protokol Kyoto yang mengikat semua negara untuk mengelola limbahnya dengan lebih serius," katanya.




http://www.trafficzap.com/exchange/index.php?rid=77452

Keine Kommentare:

Kommentar veröffentlichen